A. PENDAHULUAN
Setelah film mendapat penyinaran dengan sinar-X,
langkah selanjutnya adalah film tersebut harus diolah atau diproses di
dalam kamar gelap agar diperoleh gambaran radiografi yang permanen dan
tampak. Tahapan pengolahan film secara utuh terdiri dari pembangkitan
(developing), pembilasan (rinsing), penetapan (fixing), pencucian
(washing), dan pengeringan (drying).
1. Pembangkitan
a. Sifat dasar
Pembangkitan
merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada tahap ini perubahan
terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang disebut pembangkitan
adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam emulsi yang telah
mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan
laten menjadi bayangan tampak. Sementara butiran perak halida yang tidak
mendapat penyinaran tidak akan terjadi perubahan. Perubahan menjadi
perak metalik ini berperan dalam penghitaman bagian-bagian yang terkena
cahaya sinar-X sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh film.
Sedangkan yang tidak mendapat penyinaran akan tetap bening. Dari
perubahan butiran perak halida inilah akan terbentuk bayangan laten pada
film.
b. Bayangan laten (latent image)
Emulsi film radiografi
terdiri dari ion perak positif dan ion bromida negative (AgBr) yang
tersusun bersama di dalam kisi kristal (cristal lattice). Ketika film
mendapatkan eksposi sinar-X maka cahaya akan berinteraksi dengan ion
bromide yang menyebabkan terlepasnya ikatan elektron. Elektron ini akan
bergerak dengan cepat kemudian akan tersimpan di daiam bintik kepekaan
(sensitivity speck) sehingga bermuatan negatif. Kemudian bintik kepekaan
ini akan menarik ion perak positif yang bergerak bebas untuk masuk ke
dalamnya lalu menetralkan ion perak positif menjadi perak berwarna hitam
atau perak metalik. Maka terjadilah bayangan laten yang gambarannya
bersifat tidak tampak. Kejadian ini tergambar melalui reaksi kimia
sebagai berikut:
AgBr Ag + + Br -
Br - + radiasi Br - + e -
SS + e - SS -
SS - + Ag + Ag
c. Larutan developer terdiri dari:
i. Bahan pelarut (solvent).
Bahan yang dipergunakan sebagai pelarut adalah air bersih yang tidak mengandung mineral.
ii. Bahan pembangkit (developing agent).
Bahan
pembangkit adalah bahan yang dapat mengubah perak halida menjadi perak
metalik. Di dalam lembaran film, bahan pembangkit ini akan bereaksi
dengan memberikan elektron kepada kristal perak bromida untuk
menetralisir ion perak sehingga kristal perak halida yang tadinya telah
terkena penyinaran menjadi perak metalik berwarna hitam, tanpa
mempengaruhi kristal yang tidak terkena penyinaran. Bahan yang biasa
digunakan adalah jenis benzena (C6H6). Reaksi kimia yang terjadi antara
bahan pembangkit dengan film dapat dilihat sebagai berikut: '
Ag Br + Bahan pembangkit Ag + Oksida bahan pembangkit + Br - + H+
iii. Bahan pemercepat (accelerator).
Bahan
developer membutuhkan media alkali (basa) supaya emulsi pada film mudah
membengkak dan mudah diterobos oleh bahan pembangkit (mudah
diaktifkan). Bahan yang mengandung alkali ini disebut bahan pemercepat
yang biasanya terdapat pada bahan seperti potasium karbonat (Na2CO3 /
K2CO3) atau potasium hidroksida (NaOH / KOH) yang mempunyai sifat dapat
larut dalam air.
iv. Bahan penahan (restrainer).
Fungsi bahan
penahan adalah untuk mengendalikan aksi reduksi bahan pembangkit
terhadap kristal yang tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut
(fog) pada bayangan film. Bahan yang sering digunakan adalah kalium
bromida.
v. Bahan penangkal (preservatif).
Bahan penangkal
berfungsi untuk mengontrol laju oksidasi bahan pembangkit. Bahan
pembangkit mudah teroksidasi karena mengabsorbsi oksigen dari udara.
Namun bahan penangkal ini tidak menghentikan sepenuhnya proses oksidasi,
hanya mengurangi laju oksidasi dan meminimalkan efek yang
ditimbulkannya.
vi. Bahan-bahan tambahan.
Selain dari bahan-bahan
dasar, cairan pembangkit mengandung pula bahan-bahan tambahan seperti
bahan penyangga (buffer) dan bahan pengeras (hardening agent). Fungsi
dari bahan penyangga adalah untuk mempertahankan pH cairan sehingga
aktivitas cairan pembangkit relatif konstan. Sedangkan fungsi dari bahan
pengeras adalah untuk mengeraskan emulsi film yang diproses.
2. Pembilasan
Merupakan
tahap selanjutnya setelah pembangkitan. Pada waktu film dipindahkan
dari tangki cairan pembangkit, sejumlah cairan pembangkit akan terbawa
pada permukaan film dan juga di dalam emulsi filmnya. Cairan pembilas
akan membersihkan film dari larutan pembangkit agar tidak terbawa ke
dalam proses selanjutnya.
Cairan pembangkit yang tersisa masih
memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan walaupun film telah
dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih terjadi
pada proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic fog)
sehingga foto hasil tidak memuaskan.
Proses yang terjadi pada cairan
pembilas yaitu memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan
pembangkit dari permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air.
Pembilasan ini harus dilakukan dengan air yang mengalir selama 5 detik.
3. Penetapan
Diperlukan
untuk menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen dengan
menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa mengubah
gambaran perak metalik. Perak halida dihilangkan dengan cara mengubahnya
menjadi perak komplek. Senyawa tersebut bersifat larut dalam air
kemudian selanjutnya akan dihilangkan pada tahap pencucian.
Tujuan
dari tahap penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang
dilakukan oleh cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film. Pada
proses ini juga diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan
perlindungan terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat
penyerapan uap air.
Bahan-bahan yang dipakai untuk membuat suatu cairan penetap adalah:
a. Bahan penetap (fixing agent).
Dipilih
bahan yang berfungsi mengubah perak halida. Bahan ini bersifat dapat
bereaksi dengan perak halida dan membentuk komponen perak yang larut
dalam air, tidak merusak gelatin, dan tidak memberikan efek terhadap
bayangan perak metalik. Bahan yang umum digunakan adalah natrium
thiosulfat (Na2S2O3) yang dikenal dengan nama hypo. Reaksi kimia yang
terjadi pada film adalah sebagai berikut:
Na2S2O3 + AgBr = Na2Ag(S2O3)2) + NaBr
b. Bahan pemercepat (accelerator).
Untuk
menghindari kabut dikroik dan timbulnya noda kecoklatan, biasanya
digunakan asam yang sesuai. Karena pembangkit memerlukan basa dalam
menjalankan aksinya, maka tingkat keasaman cairan penetap akan
menghentikan aksinya.
Asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) akan
merusak bahan penetap dan mengendapkan sulfur, seperti terlihat pada
reaksi kimia berikut:
Na2S2O3 + 2HAc 2NaAc + H2S2O4
H2S2O3 H2SO3 +S (sulfurisasi)
Maka
bahan pengaktif yang umumnya dipergunakan adalah asam lemah seperti
asam asetat (CH3COOH). Akan tetapi dengan penggunaan asam lemah ini
masih terjadi pengendapan sulfur. Untuk mengatasi hal ini maka
dipergunakan bahan penangkal.
c. Bahan penangkal (preservatif).
Untuk
menghindari adanya pengendapan sulfur maka pada cairan penetap
ditambahkan bahan penangkal yang akan melarutkan kembali sulfur
tersebut. Bahan penangkal yang digunakan adalah natrium sulfit, natrium
metabisulfit, atau kalium metabisulfit.
d. Balian pengeras (hardener).
Bahan
ini digunakan untuk mencegah pembengkakan emulsi film yang berlebihan.
Pembengkakan emulsi akan membuat perak bromida mudah terkelupas dan
pengeringan film yang tidak merata. Bahan yang digunakan biasanya adalah
potassium alum [K2SO4Al3(SO4)2H2O], aluminium sulfat [Al2(SO4) 3].
e. Bahan penyangga (buffer).
Digunakan
untuk mempertahankan pH cairan agar dapat tetap terjaga pada nilai 4 -
5. Bahan yang digunakan adalah pasangan antara asam asetat dengan
natrium asetat, atau pasangan natrium sulfit dengan natrium bisulfit.
f. Pelarut (solvent).
Pelarut yang ummn digunakan adalah air bersih.
4. Pencucian.
Setelah
film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek dan
garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut
dalam air. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan
air yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.
5. Pengeringan
Merupakan
tahap akhir dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan adalah
untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari proses
pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari partikel
debu, endapan kristal, noda, dan artefak.
Cara yang paling umum
digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan udara. Ada tiga
faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban udara,
dan aliran udara yang melewati emulsi.
(http://puskaradim.blogspot.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar